Siang itu entah bagaimana tiba-tiba
muncul bayangan masa lampau. Beberapa kejadian menyenangkan dan memilukan hati
datang silih berganti. Sesosok yang sudah lama kubunuh muncul kembali. Spontan,
tanganku berpegangan pada dinding. Untung saja gelas yang kupegang tak
terjatuh. Tanganku bergetar. Ah, apakah tanganku? Ataukah hatiku?
Seketika aku
tersadar setelah terlempar ke masa lalu beberapa detik. Aku duduk ditepi
ranjang bertanya-tanya apa yang sedang terjadi padaku. Mengapa bayangannya
muncul dalam benakku tanpa perintah? Seakan bayangan itu bangkit dari kuburnya.
Kupejamkan mata dan kuhembuskan nafas dalam-dalam. Tubuhku menggigil. Kuputuskan
untuk datang menjenguknya.
Dipemakaman ini, tersimpan sosok
yang telah kubunuh beberapa tahun silam. Kulangkahkan kaki menuju di mana ia
dikuburkan. Aku tak membutuhkan waktu lama untuk menemukannya. Setiap belokan
yang kuhapal diluar kepala. Aku tiba dihadapannya.
Gemuruh rindu didada dalam sekejap membuncah tanpa bisa kukendalikan. Aku terduduk dan mulai menggali tiap lembaran kisah yang tlah kukubur dalam-dalam dilubuk hatiku.
Pagi itu sama seperti pagi
sebelumnya. Membosankan. Ah, apasih yang
aku lakukan ditempat ini? Begitulah selalu yang aku katakan tiap harinya
pada diri sendiri. Mempelajari sesuatu yang tak kunjung mendapat perhatianku. Bersebrangan
dengan apa yang ku inginkan.
Aku melirik jam di pergelangan tanganku. Masih
lama. Kuputar tubuhku dan bersandar pada dinding setinggi satu meter ini. Mengedarkan
pandangan untuk mencari sesuatu yang dapat membantuku membunuh waktu. Beberapa
orang sedang menunggu didepan ruangan. Menanti giliran dipenjara waktu sama
sepertiku.
Tiba-tiba mataku mengekor pada sesosok manusia. Aku tak mengenalnya
dengan baik. Hanya sekedar tahu karena pernah melihatnya beberapa hari lalu. Hanya
itu.
Perlahan-lahan aku mulai menyukai
hari-hari yang kujalani setiap harinya. Beberapa aktifitas membuatku
bersemangat untuk terbangun di pagi hari, berlama-lama disiang hari, dan
sesegera mungkin tidur di malam hari.
Nyatanya, manusia itu yang mengiringi. Berkelana
menghabiskan waktu. Mungkin, karena ada perasaan yang sama yang menyatukan. Sama-sama
merasa terpenjara dan berusaha untuk bebas.
Kami saling membuka pintu
masing-masing, mengeksplorasi diri mencoba banyak hal. Aku senang memasuki
pintunya. Memberikan sedikit warna di langit birunya. Kuberikan pelangi dan senja.
Begitupula dengan dia. Membuka pintuku lebar dan merapikan beberapa hal. Memberikan
beberapa bintang dilangit untuk menemaniku dan menunjukkan arah. Tidak hanya
itu.
Setelah memasuki pintu
masing-masing, keluarlah kita. Menuju pintu lain. Lantas, masuk bersama. Dibawah
langit kita, aku berlari-lari kecil. Tersandung. Aku merengek, kau menenangkan.
Mengusap lukaku dan mengobati dengan hatimu yang tulus. Aku tersenyum. Begitupula
denganmu.
Kita berjalan beriringan. Kumainkan tanganmu. Tanpa sengaja aku
melukainya. Berdarah. Tapi, kau tetap tersenyum dan membiarkan aku tertawa. Kau
menahan rasa sakit itu sekuat tenaga. Aku tertawa riang dan kembali berlarian
kecil menunjuk banyak hal. Hingga aku berhenti melangkah.
Kau pun bertanya. Ada apa? Aku menajwab dengan ragu. Memandangmu.
Memandang langit yang biru cerah. Kala itu, matahari bersinar sangat cerah. Angin
bertiup dengan nadanya yang pas membuat pepohonan bergoyang riang.
Aku kembali
menatapmu. Sudah waktunya pulang, kukatakan
demikian. Air mukamu berubah sedih. Kau eratkan genggaman tanganmu. Bisakah kita tunda barang beberapa waktu? pintamu.
Aku bersikukuh ingin pulang karena khawatir hujan. Padahal matahri sangat
terik.
Kau pun melepaskan genggamanmu perlahan. Dengan berat hati. Didepanku
kau nampak tersenyum. Aku pun berbalik dan pulang keluar pintu kita. Sempat kulihat
wajahmu begitu muram. Kutengadahlan kepalaku menatap langit. Mendung. Tidakkah kau
tahu sejatinya aku pun tak ingin pulang? Seperti itu.
Aku menatap kuburan masa lalu
dihadapanku dalam diam. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Aku menghitung
dengan jemari tanganku. memastikan sudah berapa lama aku menguburnya.
Meski demikian,
gejolak itupun masihlah sama. Aku menengadahkan kepalaku dan bertanya kepada
Sang Pemilik Waktu. Ah, lantas apa yang membawaku kemari? Mengapa ia tiba-tiba
muncul ke permukaan? Apakah ini benar?
Angin
bertiup pelan. Seakan berbisik memberitahukan bahwa hanya aku yang bisa
menjawab pertanyaan itu sendiri. Kupejamkan mata dan berdoa kepada Tuhan. Setelah
merasa lega, aku pun bangkit dan berlalu. Meninggalkan kuburan itu dalam
hening.
Baca cerita lainnya di sini 😁
Post a Comment