Banyak yang bilang setiap orang pastilah memiliki titik nadirnya sendiri. Kali ini, aku hanya ingin berkisah mengenai titik nadir milikku.
Aku berterima kasih kepada mereka yang menjadi penonton setiaku kala tragedi itu menimpaku. Mengamatiku dari kejauhan tanpa mendekat sekalipun. Seakan aku layaknya bom yang dapat meledak sewaktu-waktu. Dan memang begitulah adanya. Meninggalkan akh terpuruk sendirian. Terima kasih atas pelajaran berharga yang kalian berikan kepadaku. Percayalah, tanpa sikap kalian terhadapku kala itu aku tak akan mampu berdiri tegak seperti ini. Percayalah tanpa kalian, nyatanya aku mampu bertahan.
Ada yang mengatakan kepadaku. Wajar bersedih. Benar, memang wajar bersedih dan wajar pula mereka pergi. Karna sesungguhnya memang tak ada yang benar-benar dekat. Sejak awal mereka hanyalah pemanis cerita belaka. Bukan tokoh utama, atau pun tokoh pendamping utama. Sejatinya kita hidup sendiri di dunia ini. Mengapa sendiri? Karna hanya ada Allah yang pantas ada di hatimu. Ingatlah bahwasanya Allah cemburu dengan hati yang kau berikan kepada makhluk sesamamu. Tak ayal, Allah pun murka. Dan kemurkaan itulah yang mampu memporak porandakan hidupmu seketika.
Cukup ingat Allah pernah cemburu dan kau merasa sakit kala itu.
Post a Comment