Dari pagi hingga sore meja kerjaku sudah seperti terkena gempa bumi. Keriwehan itu muncul setelah Bapak memberikan aku tugas dan menentukan deadline yang membuatku berpacu dengan waktu. Aku yang masih seperti bayi merangkak ini diberikan jangka waktu sekepal tangan untuk menyelesaikannya. Bagiku, itu jelas terlalu cepat. Seketika aku mulai menggeliat kesana kemari. Mengetikkan ini itu menimbulkan bunyi berisik. Membuka gambar, berusaha memahaminya, dan menghitung sedetail mungkin.
"Wah, bisa jadi kamu bakalan mulai ada lembur, De" kata teman disebelahku.
"Heee?? Ogah deh. Jangan sampe" kataku tanpa melepas pandangan dari layar didepanku.
"Lho nggakpapa nantikan lemburanmu dihitung"
Bagiku, waktu yang aku miliki jauh lebih berharga. Aku tidak ingin menjadi robot seutuhnya. Cukup 8 jam sehari aku berevolusi menjadi manusia logam. Banyak hal yang bisa aku lakukan, meskipun hanya 30 menit saja. Beristirahat misalnya. Atau menyelesaikan beberapa buku yang tertunda dari beberapa waktu lalu. Selain itu, karena aku rasa aku sudah banyak menukar waktuku dengan hal-hal tak berguna di masa lalu. Well, aku tidak ingin mengulangnya lagi dan lagi. Toh, aku juga tidak tahu berapa sisa waktu yang aku punya?
Post a Comment