Semenjak pagi tadi, suasana hati saya lagi baguus banget. Sampai-sampai saya pikir ini udah hari jumat aja. Eh, begitu ngecek hp, ternyata masih hari Kamis dong ðĪŠ saking excitednya menyambut weekend hehe.
Kali ini saya mau cerita sedikit pengalaman saya yang berhubungan dengan media sosial dan warganet. Sebagai pengalaman pertama saya kerja di media, saya jadi belajar banyak hal. Salah satunya hal ini ðŧ
Hari itu saya dan tim meeting untuk evaluasi mingguan. Karena bermain di media sosial dan kami terbilang baru, jadi kami masih trial and error. Kebetulan yang nggak bagus, performa kami di Instagram sedang menurun. Long story short, kami akan membuat konsep baru. Konsep ini saya usulkan dari melihat media luar yang lebih interaktif (menurut saya) ala-ala vlog dengan wajah reporter in frame dalam video. Kami pun mencobanya minggu depan. Sebelumnya, saya kira bakalan ada orang lain yang ‘nonggol’ di video lalu saya bagian ngedit.
“Nanti siapa, Mbak, yang take videonya?” tanya saya pada supervisor.
“Ya, kamu dong,” saya pun kaget dan terdiam. Alamak! ðą
Bukannya saya nggak mau bertanggung jawab, tapi saya kira bakalan ada orang lain. Karena sejujurnya, saya pribadi ngga begitu suka ‘nonggol’ di video. Apalagi untuk konsumsi publik dengan membawa nama lain. Ngomong aja kadang masih belibet, ini malah di minta in frame. Lemes dong aing ð
Karena nggak mungkin saya nolak, saya pun melakukannya. Setelah brainstorming dengan tim mengenai topik, saya bikin script, menunggu approval, take video, take voice over (VO), dan masuk proses editing. Pada seminggu pertama saya masih punya semangat untuk belajar. Nggak masalah, anggep aja ini latihan ngomong di depan kamera. Begitu kata saya dalam hati setiap kali rasa jengah muncul ðĒ
Dalam prosesnya, buat saya ini nggak gampang. Seperti yang udah saya bilang, saya ngomong aja masih belibet. Alhasil kadang perlu take video beberapa kali sampai saya rasa hasilnya sudah pantas untuk konsumsi publik. Kadang sekali take bisa 5-8 kali. Kadang juga lebih dari itu sih. As an introvert, jiwa saya meronta-ronta.
Lalu dilanjut dengan VO. di sini saya harus menyesuaikan intonasi dengan isi script. Nggak mungkin dong kalau saya baca dengan intonasi ceria sedangkan isi beritanya sedih. Bagian ini juga cukup bikin saya deg-degan. Selain pelafalan (nama, bahasa, dll) yang harus benar, kendala lain yang terjadi adalah ambience di sekitar saya. Yang kadang hujan deras, ada suara orang rumah yang rada keras, atau yang sering ada yang lagi nukang ðĪĢbener-bener deh nano-nano. Belum lagi kalao mood saya lagi jelek banget dan berita yang saya bawain ternyata harus ceria.
Setelah semua itu, video bakalan di upload di Instagram. Kerjaan saya pun nggak berhenti sampai di sini. Saya juga harus memanau apakah video yang saya buat itu disukai atau nggak. Biasanya saya setiap pagi pasti ngecek performa video saya. Syukur-syukur kalau banyak yang liat dan komennya juga positif. Saya jadi bisa lega dan semangat bikin konten yang lain.
Sedihnya, setelah beberapa lama, saya menemukan beberapa komen yang bikin saya down. Meski mungkin maksud mereka komen itu tertuju untuk isi videonya, bukan karena keberadaan saya. Tapi, rasanya tetep aja sedih ð
Awalnya hanya satu orang yang mengkritik demikian. Tapi, lama-lama makin banyak aja komen semacam itu. Sampai-sampai saya pribadi bener-bener udah nggak kuat dan nggak mau lagi nonggol di video. Sebenernya setelah seminggu, saya bener-bener ngerasa capek. Exhausted banget tapi tetap saya usahakan.
Sejak ada komen-komen seperti itu, rasanya setiap pagi saya bangun dengan perasaan yang nggak nyaman. Bener-bener nggak ada semangat sama sekali. Sebelum banyak yang komen negatif, saya sudah bilang ke supervisor saya untuk ganti konsep. Tapi, supervisor saya tetap mau pakai konsep tersebut karena viewers dan komennya banyak. Akhirnya supervisor saya pun mengusulkan untuk rolling. Sayangnya nggak ada yang mau in frame. Jadilah saya terus. Hingga makin banyak yang komen negatif dan saya pun bilang ke supervisor saya kalau udah nggak mau lagi in frame. Akhirnya supervisior saya pun mau mengerti dan kami balik ke konsep awal ð
Saya nggak minta orang-orang untuk mengerti tugas saya. Saya cuma pengen orang-orang itu bisa menyampaikan pendapatnya dengan lebih bijak. Lewat direct message (DM) misalnya. Bukannya di kolom komentar dan malah mengompori yang lainnya. Baru ini sih saya ngerasain sebegitu parahnya efek ketikan jari warganet. Luar biasa.
Hhhh, tapi yasudahlah yang penting sudah nggak ada wajah saya lagi hehe. Saya tulis di sini untuk pengingat aja supaya saya nggak melakukan kesalahan yang sama hehe. Dan ya, semoga aja untuk kalian yang baca nggak melakukan hal ini juga karena sungguh rasanya bener-bener nggak enak diperlakukan seperti itu ð
Saya salut banget sama orang-orang di luar sana yang bisa kuat banget dinyinyirin. Apalagi artis ya. Dan pantas aja sampai ada yang matiin kolom komentar. Dan banyaak banget berita bunuh diri karena nggak kuat sama komen-komen negatif. Saya cuma heran, apa mereka yang udah ngetik kayak gitu bisa tidur dengan tenang ya waktu orang yang mereka komenin bunuh diri? Naudzubillah deh tangan saya ngetik-ngetik macam itu.
Yaaaakkk, sekian curcolan saya malam ini. Semoga nggak ada yang bernasip sama dengan saya yaaa hehe.
16 comments
Saya suka nggak habis pikir sama orang-orang yang hobi hate comments dan bullying di sosmed, sebenarnya apa yang mereka dapat, huhuhu, apa ada rasa bahagia atau rasa puas, ya? Kok bisa-bisanya dengan gampang menyakiti hati orang ðĪ§
Terima kasih mba Dea sudah berbagi cerita, ini jadi reminder untuk saya agar selalu menjaga jempol saya. Dan untuk mba Dea, please keep being strong ð
Wah aku bangga dengan mbak Dea yang sudah berani untuk keluar dari zona nyaman dan berada di frame video.
Memang mbak, aku setuju banget dengan the bad side of social media, karena orang-orang bisa komen tanpa terfileter- dan mereka sendiri juga berada dibalik layar mereka masing-masing. Mereka juga belum tentu bisa berani dan PD untuk melakukan itu, tapi ngga pikir panjang untuk nyinyir seperti itu. Semangat mbak!
Maafkan mereka ya Kak Dea ððŧððŧ tetap semangat dalam berkarya dan terima kasih banyak karena telah berbagi ððŧ
semoga aja kita nggak ikutan begituuu hehe
hehe iya dan ternyata setelah dicoba jiwaku nggak cocok di frame. mending nulis aja ðĪŠ
nah, iya. apalagi akun itu gampang banget dibuatnya. banyak juga kan akun fake jaman sekarang
siaappp. thank youuu supportnya! ❣️
makasih support-nya ya, Li ❣️
hehe ya begitulah. semakin canggihnya teknologi makin bikin hidup rada nano-nano
asal kita nggak ikut begitu aja ð
kamu juga semangat yaaaa
Terimakasih sudah sabar mba, pasti sakit rasanya dikomen negatif utk sesuatu yg sebenernya bukan bener2 keinginan kita
Thank youðŧ
Mungkin mereka belom paham gimana rasanya jadi belom bisa untuk diarahkan ke sana. Ya semoga aja mereka sadar dengan perbuatannya ð
Biarlah mereka gitu yang penting kita nggak ikutan. Masih banyak juga kok netijen yang baaiikksss ð