Setelah saya pernah bekerja part-time jadi crew Big Bad Wolf saat kuliah, setelah lulus saya bekerja menjadi estimator. Yup. Yang ini sejalur dengan jurusan kuliah, Teknik Sipil. Teman-teman ada yang tahu apa saja yang dikerjakan estimator? Atau bahkan bingung dengan jurusan teknik sipil itu apa? 🤔
Sejujurnya saya sering banget dapat respon begini saat ditanya perihal jurusan kuliah.
"Oh, teknik sipil itu yang kerjanya di kelurahan itu ya? Yang nyantetin penduduk sipil” atau “Bedanya sama arsitek apa ya?”
Teknik sipil adalah bidang ilmu yang mempelajari perencanaan/perancangan, manufaktur, manajemen/pengelolaan, dan konservasi dari berbagai fasilitas dan sistem untuk mendukung sebuah kota, pedesaan, dan perkotaan (sumber: Quipper).
Perbedaan Teknik Sipil dengan Arsitek?
Jelas beda. Kalau arsitek lebih ke desain bangunan, ada seninya. Kalau teknik sipil lebih ke perhitungan bangunannya.
Alurnya begini, setelah gambar/desain sudah dikerjakan oleh arsitek, gambar tersebut akan turun ke bagian teknik sipil untuk dilakukan perhitungan material bagunan apa saja yang digunakan (jenis semen, batu bata, pasir, dll), berapa banyak material digunakan, dan biaya yang akan dihabiskan untuk bangunan tersebut termasuk berapa lama bangunan bisa bertahan dengan material yang digunakan 👀
Atau, biasanya kami juga menyesuaikan material dengan budget yang dimiliki oleh klien.
Sebenernya bukan hanya hitungan, tapi kami juga mengawasi dan mengerjakan bangunan tersebut. Bisa di bilang teknik sipil kerjanya juga beriringan dengan arsitek. Sama-sama mengawasi dari proyek belum mulai sampai serah terima apakah sudah sesuai dengan rancangan awal atau belum. Arsitek bagian design, teknik sipil bagian hitung ✨
Ah, jadi panjang. Kali ini sih saya hanya ingin berbagi pengalaman saya bekerja menjadi estimator. Nantinya, setiap pengalaman kerja saya bisa teman-teman baca di label ‘Cerita Karir’.
Saya sengaja bikin label khusus tentang pekerjaan barangkali ada teman-teman yang ingin mencari pekerjaan ada gambaran atau untuk referensi teman-teman memilih jurusan kuliah. Bisa juga sekadar untuk pengetahuan aja hehe. Karena pengalaman setiap orang berbeda, yakan? 😉
Check this out!
Saya bekerja di salah satu kontraktor swasta di Surabaya. Sebenernya nggak murni mengerjakan bangunan aja (proyek sipil), tapi juga interior. Perusahaannya bisa di bilang baru merintis. Badan usahanya masih CV, jadi nggak banyak juga pegawainya 🙂
Karena ini pengalaman pertama saya bekerja sesuai jurusan, jujur saya excited sekaligus takut banget karena saya nggak tahu apa-apa 😆 Padahal, semua teori di dunia perkuliahan dan pekerjaan jelas berbeda yakan. Meski ada yang sama, tapi semua yang kita pelajari hanya dasar-dasarnya aja. Jadi wajar banget kalau merasa nggak tahu apa-apa.
Waktu itu bulan Maret 2018. Saya inget banget karena mendekati hari ulang tahun saya 😆 Meja kerja saya ada di ruangan bawah yang berisi 4 orang. Satu Mbak L sebagai purchasing merangkap admin, R sebagai pelaksana lapangan, dan Pak D juga sebagai pelaksana lapangan. Sisanya ada di lantai atas.
Tugas Estimator
1. Estimasi biaya
Sesuai namanya, estimator bertugas mengestimasi biaya suatu proyek. Dari gambar yang turun, saya membuat rancangan anggaran biaya, menghitung jumlah bahan yang dibutuhkan, scheduling (berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membangun), dan membuat laporan akhir proyek tersebut sudah sesuai anggaran atau belum ✍🏽
Pernah suatu ketika proyek yang dijalankan biayanya bengkak nggak karuan. Akhirnya pimpinan saya pun meminta saya untuk jadi gate permintaan material. Jadi, setiap material yang dibutuhkan bakalan ke saya dulu sambil ngecek masih on track atau over. Sebenernya yang bikin rancu adalah karena gambar dan existing yang seringkali nggak sesuai. Tapi hal seperti ini lumrah juga sih terjadi. Apalagi kalau onwer tiba-tiba ngide di tengah proyek 😶
Ah iya, klien kami ada yang cukup unik. Waktu itu kami lagi mengerjakan proyek renovasi dan interior butik di Surabaya. Owner sudah setuju dengan design awal, kami pun mulai pengerjaan lokasi. Sewaktu proyek sudah berjalan 70% (fisik + interior), tiba-tiba owner minta ganti konsep 😱 Panik lah kami dan jelas budget bakalan bengkak gede-gedean. Tapi, ya beruntung aja owner paham ini bakalan masuk biayanya dia. Jadi, kita nggak rugi juga sih secara materi, tapi cukup ganggu jadwal proyek yang lainnya 😬
Dan ternyata, kami baru tahu kalau si Ibu ini memang terbiasa melihat secara nyata dan sering ganti-ganti design kalau nggak cocok dengan keinginannya. Bisa di bilang kurang bisa membayangkan. Padahal, tim design kami sudah menunjukkan gambar 3D rencana design ruangan tersebut. Ah, seru deh pokoknya kalau sudah ketemu dengan berbagai macam orang 🤣
Oh ya, selain melakukan hitungan tersebut, terkadang saya juga melakukan pengecekan atau biasa disebut opnam di lokasi. Harusnya sih ini tugas pelaksana, tapi kadang saya juga turun ke lapangan kalau pelaksana lagi riweh dengan proyek yang lain. Seru juga kan nggak duduk mulu di depan layar? 😝
Nah, harusnya sih job desc saya seputaran itu saja. Tapi, karena seperti yang tadi saya bilang, pegawainya hanya segelintir, seiring berjalannya waktu job desc saya pun bertambah 😬 Bukan hanya membuat RAB bangunan fisik, tapi juga interior. Saya pun diajari oleh Pak D untuk menghitung dan merencanakan material untuk membuat sebuah furniture. Seru bangeeettt! kebetulan sih saya emang suka interior hihi 😆
2. Purchasing
Saya yang merancang sebuah bangunan material apa saja yang digunakan, jadi pimpinan pun meminta saya pula yang melakukan purchasing alias pembelian by phone. Sebelumnya, purchasing adalah tugas Mbak L. Tapi, karena semakin lama load si mbak ini semakin banyak ditambah si mbak juga nggak begitu paham material bangunan (cukup sering terjadi salah order), makanya pimpinan meminta saya yang memesannya langsung 😁
Jujur. Saya. Nervous 😨
Why?
Karena saya harus telepon orang huhu. Kalau diingat-ingat ya pertama kali saya telpon orang itu ya ampun gelagapan bangeeetttt ngomongnyaaaa 😬 Syukurlah, seiring berjalannya waktu saya terbiasa dan makin lihai. Kebetulan Mbak L ini orangnya supel banget jadi saya perhatiin dia kalau lagi ngomong sama orang kayak gimana hihi.
Asli deh public speaking itu perlu banget dipelajari siapa pun. Saya yang introvert ini waktu itu merasa aman-aman aja karena sejauh ini bekerja di hadapan layar aja, bukan di hadapan orang 😂
3. Scheduling
Setelah membuat rancangan anggaran biaya (RAB), lalu melakukan pembelian, saya akan melakukan scheduling (penjadwalan) dengan material yang telah dipesan. Biasanya saya bakalan catat kapan material bisa diambil. Karena nggak semua material bisa ready diambil langsung di toko. Ada yang haru menunggu beberapa hari bahkan beberapa bulan 📅
Daaaaaan, sejujurnya karena proyek yang kami kerjakan nggak hanya 1, tapi beberapa proyek sekaligus (karena pimpinan kami ada 3 dengan proyek masing-masing), sedangkan kendaraan untuk pick up material hanya segelintir. Jadi, nggak semua barang kami ambil sendiri, tapi minta toko atau supplier untuk antar ke lokasi langsung 🚚
Di sinilah saya perlu melakukan koordinasi dengan R atau Pak D yang meng-handle proyek tersebut. Dan tentu nggak semuanya on time sesuai rencana. Kadang terlambat entah karena salah susunan pengambilan atau driver nggak paham lokasi atau kendaraan nggak bisa memuat semua material. Yang berujung saya kadang kena omel bapak-bapak subkon 😂
Awal-awal saya bekerja saya cukup stres dengan tekanan-tekanan yang ada. Karena saya merasa sudah melakukan tugas saya dengan sangat baik, tapi ada saja kendala di tengah perjalanan yang diluar wewenang saya. Awalnya sih saya nggak terima dan kadang ngomel balik. Tapi, lama-kelamaan saya sudah paham (terkadang menyiapkan plan b) dan nggak ikutan ngegas kalau orang lapangan ngegas haha 😁
“Oh, iya pak kayaknya driver nya telat ditunggu aja ya. Ngopi dulu, Pak,” kadang begitulah saya ajak guyon aja. Dan si bapak subkon pun menimpali basa basi balik.
See? Seni komunikasi emang perlu banget dipelajari 👀
Sebenernya hal-hal seperti ini wajar terjadi di dunia pekerjaan. Apalagi yang sifatnya lapangan. Toh, kita nggak bisa ngontrol semua orang dan semua kejadian. Ban tiba-tiba bocor kan kita nggak tahu, yakan? 😉
4. Briefing staf
Job desc saya nggak berhenti sampai di situ saja, pemirsa. Setiap harinya para pelaksana, Pak D dan R pasti briefing staff yang turun langsung ke lapangan untuk menjelaskan tugas mereka hari itu beserta barang apa saja yang perlu dibawa 🗣️
Nah, saat mereka berdua sibuk dan langsung ke lapangan, alias nggak mampir kantor dulu, sayalah yang harus melakukannya. Jujur, buat saya yang introvert dan lebih suka dengerin orang ngomong plus dengerin orang ngomong dulu sampai selesai baru saya ngomong, hal ini beraaaatttt sekaliiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii 😰
Karena kita juga nggak bisa maksain mereka untuk mengerti apa yang kita maksud tanpa menjelaskan. Jelas prinsip, ah gini doang tahu lah ya nggak perlu dijelasin, ini jelas nggak bisa dipakai teman-teman. Semua-muanya harus dijelaskan secara detail dan perlahan. Kadang ngegas juga karena ada pula yang ngeyel 😤
Briefing ini saya lakukan di pagi hari. Setelah check log, buka ruangan, bikin teh, duduk, tarik nafas, telpon orang-orang buat masuk ruangan saya, dan mulai war-nya 😝
Bisalah dibayangkan bagaimana hectic-nya haha. Yaaa, begitulah. Sayangnya saya resign satu tahun setelahnya. Kenapa sayang? Karena sebetulnya menyenangkan. Tapi, jujur banget, saya jadi gampang emosi di rumah dan saya merasa itu nggak sehat untuk mental saya 😅
Sebenarnya ada hal lain juga yang bikin saya nggak nyaman. Lingkungannya yang menurut saya toxic, utamanya sih bukan job desc nya yang bikin saya memutuskan resign.
Padahal saya cukup nyaman dengan apa yang saya kerjakan. Saya banyak banget belajar hal baru di perusahaan tersebut. Komunikasi, management (time schedule, project management, bahkan sampai me-manage emosi hihi) 😜
Pimpinan saya juga sangat baik. Apalagi Pak P yang humoris banget. Wah, nggak ada deh kesan bos di dirinya. Sangat humble dengan staff-nya. Saya ingat waktu itu di ruangan saya sendirian (Mbak L nggak masuk, Pak D dan R ke lapangan) dan kantor lagi mati lampu.
Masih siang gitu sih dan kebetulan ruangan saya ada jendela besar yang menghadap ke jalan raya jadi masih terang dan nggak sepi-sepi amat. Waktu itu Pak P yang ruangannya di atas turun ke ruangan saya. Begitu buka pintu, senyum dan memberikan saya 2 bungkus mie kremes sambil bilang gini 👨🏻
“Nih, Dea, buat camilan biar kamu nggak bengong,” kelar ngomong gitu Pak P langsung balik lagi ke atas.
Ya ampun saya terharu banget huhu 😮 Kelihatannya sih simple, tapi buat kami staff-nya jadi merasa diperhatikan gitu. Dan banyak banget deh kejadian kayak gini. Pak P emang doyan banget jajan pake GoFood. Nggak jarang kami dibeliin juga. Mulai dari permen sampai siomay dan sejenisnya.
Eeeh, nggak kerasa udah panjang aja ya ini posting-an. Begitulah teman-teman, pengalaman saya jadi estimator di perusahaan yang masih merintis. Nanonano bangeettt hihi. Saya seneng banget karena sewaku keluar saya merasa jadi orang yang berbeda (ceileh) hihi. Semoga teman-teman paham dengan apa yang saya tulis ini 😆
Kalau teman-teman gimana? Pernah punya pimpinan yang humble banget juga? Atau pernah bekerja yang berhubungan dengan teknik sipil mungkin? Hehe
13 comments
Duh saya cari cari estimator nih sebulan kebelakang. Tapi baru tahu ternyata ada blogger sekaligus estimator nih, huhuhu. Ntar klo ada peluang boleh ya saya calling - calling, hehehe
Salam kenal ya Dea, di tunggu cerita selanjutnya 😇. Keep inspiring
wahaha padahal aku cuma sharing seadanya aja belum pengalaman banget hehe
mau gimana pun juga meski semuanya serba cocok tapi toxic itu rasanya better resign deh
karena kesehatan mental kita jauh lebih berharga hihi
makasih mbak wita, salam kenal juga 😁
makasih sudah bacaaa 😁
Seru juga ya kerja lapangan hehe
Oh, teknik sipil itu yang kerjanya di kelurahan itu ya? Yang nyantetin penduduk sipil. Iya jawab aja, Teknik Sipil itu kerjanya jadi Pegawai Negeri Sipil! Hahahaha..
Pun anak elektro, sering juga dibilang, eh televisi, kipas angin, kulkas rusak. Kamu pasti bisa perbaiki, kan?
Ya ga gitu juga lah hahaha -,-
punya mantan anak teknik sipil tapi nggak pernah nanya wkwkwkwkwk