Cerita sebelumnya...
Senin, 2 September 2019 🌞
Teman-teman ada nggak sih yang kalau excited ada kegiatan pasti jadi sulit tidur? Inilah yang saya rasain waktu ikutan Kelas Inspirasi Solo. saya nggak bisa tidur nyenyak sama sekali (selain karena was-was penginapannya horror hehe) karena terlalu excited dengan hari esok 🤭
Besok paginya, begitu bangun saya langsung siap-siap pergi ke lokasi sekaligus menyiapkan tas untuk check out. Kebetulan ada seorang panitia yang searah dengan saya, jadi saya nebeng dengan mbak panitia tersebut 😁
Baca juga: Review Skincare, EsensesCollagen Lip Serum 20 Ribuan
Selama saya ikut kegiatan Kelas Inspirasi, ini pertama kalinya saya dapat lokasi di kota. Karena biasanya kebanyakan di desa-desa dan kami menginap di rumah ketua RT atau rumah warga yang berkenan gitu 😊
Begitu tiba di lokasi sekolah, saya baru ngeh kalau kedapetan tugas di YPAC Surakarta. Saya langsung muter otak saat itu juga. Bisa nggak ya saya berinteraksi dengan mereka? Jujur, saya nggak punya pengalaman berinteraksi dengan anak yang spesial 😬
Setelah meletakkan tas di aula, saya menuju lapangan untuk mengikuti upacara. Saat itulah saya bisa melihat keseluruhan siswa dan guru yang mengajar di sekolah tersebut. Siswa yang mengikuti upacara nggak begitu banyak. Saat saya tanya kepada salah satu guru, saya refleks menahan nafas.
“Nggak semua anak mampu mengikuti upacara karena keterbatasan mereka” 😟
Setelah selesai upacara, kami tim relawan menuju aula, tempat dilangsungkannya kegiatan. Kalau biasanya kami para relawan yang akan rolling tiap kelas untuk berbagi pengetahuan berdasar profesi kami, kali ini kami terpusat di satu ruangan 🙂
Satu per satu anak mulai memasuki aula. Hingga acara sudah akan dimulai, saya bertanya pada panitia,
Baca juga: Drama Korea Happiness, Drama yang Nggak Ada Happy-nya
“Mbak, ini banyak yang nggak masuk?” karena melihat jumlah siswa lebih sedikit dari yang saya lihat saat upacara 😢
“Iya, cuma segini aja yang dinilai mampu ikutan. Yang lainnya ada yang hiperaktif, susah diajak komunikasi”
Saya yang mendengar jawaban itu jadi nyesek. Perlahan saya memperhatikan mereka. Ada beberapa juga yang didampingi ibunya. Makin saya lihat, makin saya nggak bisa menahan air mata 💔
Saya pun langsung keluar ruangan. Nggak tega menangis di depan mereka. Saya yakin, mereka nggak ada yang mau dikasihani. Terlebih di hadapan ibu-ibu yang kuat hatinya yang melahirkan mereka dan nggak putus asa dengan keadaan.
Kegiatan berjalan dengan tenang dan menyenangkan. Meski begitu, mereka aktif memeriahkan acara. Aktif bertanya dan menjawab pertanyaan kami. Nggak sedikit siswa berprestasi di bidang olahraga dan akademi. Ah, jadi malu sendiri dengan diri yang sehat jasmani tapi masih belum bisa berprestasi 😣
Seperti biasa, setelah acara selesai, kami para relawan Kelas Inspirasi Solo ini akan berkumpul di satu tempat untuk sharing pengalaman di masing-masing sekolah. Fyi, setiap event relawan akan dibagi menjadi beberapa kelompok yang ditugaskan di sekolah yang berbeda 👀
Sejujurnya, mengikuti kegiatan ini banyak mengikis ego saya. Turut membuka mata dan hati. Pandangan mengenai dunia dan hidup. Bahwa saya nggak hidup hanya untuk diri saya sendiri. Ada banyak orang yang (mungkin) membutuhkan saya. Entah itu dengan skill, pandangan, atau pun materi 🙂
Awal saya mengikuti Kelas Inspirasi, ibu saya menolak dengan tegas. Nggak mengizinkan dengan alasan,
"Kamu itu udah waktunya menata hidup. Bukan lagi keluyuran"
Saya paham betul dengan apa yang dimaksud dan dikhawatirkan ibu waktu itu. Hanya saja ibu nggak paham dengan apa yang saya pelajari dengan banyak perjalanan. Ya, banyak banget pelajaran, mengenai kehidupan terutama, yang saya dapatkan dengan melangkahkan kaki keluar rumah 💭
Mungkin beberapa orang akan berpikir, kalau wanita yang sudah berusia 25 tahun ke atas nggak selayaknya banyak berpergian. Tetapi menata hidup dengan berkarir dan berumah tangga. Ah, tapi, menurut saya justru di usia itulah waktu yang tepat bagi saya untuk 'menjelajah'.
Bukannya nggak memiliki tanggung jawab, tentu saya memilikinya tapi belum begitu banyak. Saya hanya perlu bertanggung jawab atas diri dan sedikit mengenai keluarga. Usia 25 secara psikologis, kita sudah bisa mencerna mana yang baik dan buruk secara konkrit. Mengambil keputusan jauh lebih bijak. Mencerna keadaan dengan lebih bijak. Dan tentu mampu mengambil hikmah di baliknya.
Usia 25 tahun, setidaknya tanggung jawab kuliah sudah terselesaikan. Waktu kebanyakan hanya digunakan untuk bekerja. Lalu, bagaimana dengan sisa waktu yang lain? Tentu, saya gunakan untuk menjalani hobi dan belajar beberapa hal. Tapi, di sisi lain, saya juga ingin mengetahui secara nyata bagaiaman kehidupan di belahan dunia lain yang sedang berjalan.
Jadi, bagi saya pribadi, jalan-jalan bukanlah sekadar jalan-jalan. Ada buanyaaaaak banget serpihan pembelajaran mengenai kehidupan yang didapat. Jalan-jalan juga nggak mengenal usia.
Ah, iya, setelah selesai kegiatan ini, saya nggak langsung pulang hehe. Saya mampir dulu ke Yogyakarta untuk bertemu teman hehe 😆
Bersambung....
***
Cerita Kelas Inspirasi lainnya
- Kelas Inspirasi Semarang
- Kelas Inpirasi Malang
4 comments
Usia 25, aku juga masih single dan sering jalan kemana2 kok 😁. Tapi mungkin Krn sejak SMU aku udh sekolah jauh dari ortu, jadi kadang mereka ga tau aja kalo anaknya ini suka melanglang buana 🤣. Bersyukurnya dapet suami yg sama suka jalan, jadi aku makin menjadi2 ngejalanin passion travelingnya 😄.
apalagi dengan kemajuan teknologi, kadang aku pun mau nggak mau harus selalu update biar ntar kalo ngajarin adik, keponakan, sepupu, atau anak sendiri (nanti) bisa lebih bijak dan ngikutin jaman hehe 😊
waaah ternyaata alumni solooo hihi 😆
waaahhh mbak Fanyyy lucky bangeeet bisa berjodoh dengan yang sama-sama suka jejalan. semoga aku kelak juga berjodoh yang suka jejalan hihi 😆