Malam itu tubuhku terasa nggak karuan. Aku merasakan ada yang aneh dalam diriku. Please, jangan sakit. Hal yang aku benci saat aku sakit adalah karena aku tak memiliki siaa pun untuk merawatku. Aku menggeliat meraih ponsel di meja tepi ranjang. Pukul dua dini hari.
Sekuat tenaga aku menegakkan badan dan beranjak mengambil termometer. Segera aku apitkan di antara ketiak dan duduk dengan lunglai. Setelah benda itu berbunyi, tertera angka 39,4. Sial aku demam tinggi.
Setelah bersusah payah ia mengambil minum, ia pun memutuskan untuk kembali terlelap. Berharap keesokan hari demamnya akan turun dengan sendirinya.
Aku kembali terbangun dengan tubuh terasa pegal. Seakan aku baru saja selesai melakukan perjalanan panjang. Tubuhku terasa semakin menjadi. Aku bergegas untuk meraih ponsel dan melakukan pesanan makanan, bubur ayam polos.
Beurntung aku hidup di era yang serba dapat dipesan dan diantar. Aku nggak perlu lagi menggantungkan diri pada orang lain di rumah ini. Karena aku tahu, sekalipun aku sedang sakit parah aku harus melayani diriku sendiri.
Beberapa saat kemudian, makanan pun datang. Aku segera berusaha menelannya meski perut juga berusaha untuk menolak. Hanya masuk 3 suap. Tak apa aku kembali berdiri mencari obat dan menelannya dengan air sangat banyak. Kembali aku terlelap.
“RASYA! Bangun!!” kata nenek membuka pintu dan menyelakan lampu dengan kasar. Hal yang paling aku benci saat dibangunkan. Menyalakan lampu sungguh menyiksa mataku.
“Kamu itu perempuan ayo bangun ndang beberes,” kata nenek tak mau tahu meski aku sudah mengatakan sedang tak enak badan.
Aku terbangun dengan keringat di sekujur tubuhku. Mimpi itu lagi. Setiap kali aku sakit, aku pasti teringat akan kejadian saat itu, Mengapa aku tak bisa melupakan kejadian itu? Bukankah nenek sudah pergi dan tak seharunya aku mengingat hal buruk tentangnya lagi?
“Raka, mau telur ceplok atau dadar?” kata ibu di luar.
Miris sekali. Aku yang tergeletak tak berdaya, tetapi tak pernah dianggap pasien di rumah sendiri, aku tahu ibu memang tak pernah bisa merawat saat aku sakit. Ibu selalu beranggapan aku bisa mengurus diriku sendiri.
Kerasnya hati dan tingkah lakuku, bermula dari semua kejadian ini. Yang terjadi bukan hanya sekali. Namun berkali-kali selama bertahun-tahun.
Baca cerita lainnya di sini 😁
Post a Comment