Travel

FOLLOW US @ INSTAGRAM

Blogger Perempuan
Intellifluence Trusted Blogger

Banner Bloggercrony

Too Much Information

3 comments
Too much infromation can be as disconcerting as too little - Patricia Wentworth

Informasi jadi hal yang mudah didapatkan sekarang. Tinggal buka Chrome dan ketik topik yang ingin diketahui, udah deh keluar banyak pilihan infromasi yang bisa kita pilih. 

Biasanya kita bakalan klik yang paling atas. Meski kadang belum tentu kredibel. Sebagai SEO writer, saya pribadi juga nggak ingin naif dengan hal ini. Semua yang ada di halaman pertama Google, belum tentu dapat dipercaya sepenuhnya. 

Makanya kadang saya lihat-lihat dulu sumber yang menulis informasi tersebut. Apakah dapat dipercaya atau nggak. Saya pribadi biasanya lebih sering mengklik website media seperti Kompas, Detik, Halodoc, dan sejenisnya tergantung dengan apa yang ingin saya cari. 

Di curhatan sebelumnya, saya sempat menulis kalau lagi capek banget main media sosial. Hal ini masih berlaku sampai saat ini. Kadang kalau saya lagi low mood, saya nggak buka media sosial (Instagram, Twitter, FB). Bahkan terkadang termasuk blog dan libur dulu blogwalking

Pada awalnya, saya kira saya hanya perlu membatasi apa yang ingin saya liat di media sosial. Jadilah saya mengurangi teman yang saya follow

Maaf banget kalau ada yang saya unfollow. Tenang, bukan berarti saya ada masalah dengan dia, tapi frekuensi saya aja yang lagi jelek. Kita tetap bisa ngobrol di dunia nyata kok. 
Karena buat saya nggak temanan di media sosial bukan berarti nggak temenan di real life. Social media just a medium for having fun!😊
Saya yang seolah selalu haus akan informasi (my bad), pada akhirnya mengganti dengan mengikuti akun-akun yang bisa memberikan saya berita terupdate hingga insight baru. Maklum ya, jaman sekarang rasanya media sosial bukan cuma buat upload foto liburan, tapi juga berita. 

Bukan cuma di Instagram saya mengikuti akun-akun yang insightful, tapi juga di Twitter sampai Newsletter. Dengan harapan saya tetap bisa update hal terbaru setiap kali saya membuka aplikasi.  
Tapi, hal ini justru menjadi bumerang untuk saya. Karena pada akhirnya saya berada di titik jemu dengan puluhan informasi yang disodorkan. Entah perihal politik, kesehatan, bahkan sedakar tips menulis misalnya. 
Zaman serba digital ini menjadikan informasi nggak memiliki platformnya sendiri. Udah campur aduk masuk ke berbagai medium. Saking karena setiap orang berlomba-lomba untuk mendapatkan atensi. Menambah followers, like, views, atau yang memang ingin sekadar berbagi informasi. 

Nggak ada yang salah sebenarnya. Ini memang tergantung dari bagaimana kita menyikapinya. Belajar untuk menahan diri, membatasi, dan memfilter. 

Sayangnya, terkadang hal yang tampak baik misalnya (yang saya lakukan) dengan mengikuti akun yang menurut saya bermanfaat, nyatanya justru membuat saya muak pada kondisi tertentu. 
Hal inilah yang sedang saya rasakan dampaknya belakangan. Too much information yang pada akhirnya membuat saya muak. Lelah.  
Peran algoritma ini juga yang membuat saya menghabiskan waktu lebih lama dengan ponsel. Teman-teman ada yang pernah merasa pusing nggak sih kalau main ponsel terlalu lama? Atau bahkan kayak capek gitu? Padahal cuma duduk diem sambil scrolling ponsel. 

Berita di Chrome

Too Much Information
Nggak cuma di media sosial. Teman-teman ada yang di ponselnya pakai aplikasi Chrome kalau browsing? Nah, setiap kita buka tab baru pasti muncul home, di mana pada halaman itu terdapat beberapa berita yang bisa kita pilih dari berbagai topik dan media. 

Saya yang sering kepo dengan banyak hal, setiap kali buka tab baru jadi tergoda mengklik beberapa berita. Apalagi kalau judulnya menarik banget buat kita dan mengundang penasaran. Gimana nggak otomatis pengen ngeklik? 

Dan ini nggak cuma satu aja yang saya klik. Tapi, berlanjut scrolling ada berita menarik apa hari ini. Hingga berujung saya lupa tujuan utama saya membuka Chrome. Dan terjadi lagi~

Banyaknya informasi juga membuat kita jadi lebih mudah terdistraksi. Apakah ini saya saja yang kurang mudah fokus? Atau memang sekarang eranya begini?
Menjaga mata, rasa ingin tahu, dan tangan menjadi hal yang sulit dilakukan saat ini. Bukan hanya mengklik, tapi juga termasuk mengetikkan komentar pada postingan tertentu. 
Di sini peran algoritma juga ikut andil. Google udah tahu banget tipikal berita apa yang sering saya klik. Sehingga besoknya setiap kali saya buka Chrome pasti direkomendasikan hal-hal sejenis. 

Misalnya saja saya sering mengkilk berita aktor Korea yang lagi saya tonton dramanya. Begitu saya buka, pasti yang keluar jadi berita pemain drama Korea semua. 

Makanya, kadang saya selingi dengan mengklik artikel yang menghibur. Supaya besoknya artikel yang keluar juga ada hiburan dan nggak monoton yang bikin saya stres sendiri. 

Teman-teman pernah merasa stres karena membaca berita (artikel ataupun postingan media sosial) yang seragam dalam jangka waktu lama? Kayak misalnya waktu awal pandemi kemarin. Seharian semua media memberitakan perihal Covid-19 yang sempat bikin saya muak. 

Pertanyaan Menfess di Twitter 

Too Much Information


Kadang karena algoritma ini saya juga jadi sensi melihat timeline Twitter saya. Teman-teman yang main Twitter pasti nggak asing dengan akun-akun yang sering membagikan pertanyaan yang dikirim dari anonim. Kayak sekadar mau beli produk A atau B? Pilih pasangan si A dengan kriteria ini atau B dengan kriteria itu?

Mungkin karena saya sering iseng jawab untuk sharing, timeline saya sempat penuh dengan tweet yang relevan. Semuanya pertanyaan yang menurut saya nggak perlu ditanyain karena seharusnya bisa dijawab sendiri. 
Tweet seperti itu sering bikin saya mbatin dan kesal, Ha masa gini aja ditanyain? Masa nggak bisa mutusin sendiri?
Tapi sekarang sudah saya unfollow menfes-menfess yang sering memunculkan hal-hal seperti ini. Saya nggak menyalahkan mereka. Cuma mungkin saya aja yang lagi sensitif aja (am I?). 

Tapi, ternyata nggak berhenti sampai di situ aja. Setiap saya buka Twitter, entah kenapa berita yang keluar selalu kebanyakan tentang perilaku amoral pejabat, polisi, atau warga sipil. 

Seperti screenshot di atas. Saya tahu mereka hanya memberitakan hal yang sedang terjadi. Tapi, entah kenapa saya kesal dibuatnya membaca tweet seperti ini. Apalagi ada videonya yang bikin saya makin muak dengan manusia yang merasa superior. 

Jujur, melihat hal-hal seperti ini di Twitter bikin saya dengan mudah judging mereka yang berpangkat. Saya paham nggak semua orang berpangkat seperti itu. Masih ada banyak orang berpangkat yang baik dan jujur. Tapi, saya sudah terlanjur memilik pov jelek tentang mereka.

Dari sinilah saya paham mengapa buzzer lebih sering aktif di Twitter. Meski terbatas dengan kata, tapi sepertinya Twitter lebih mudah memprovokasi orang lain.  

Jadi, 

Dari semua hal ini pada akhirnya saya sadar. Ini semua bermula dari banyaknya informasi yang bertebaran. Yang ingin saya ketahui dan diamini oleh algoritma hingga muncul di berbagai platform. 

Yang berlanjut pada mudahnya distraksi dan merasa terlalu lelah terekspos hal-hal monoton yang sebenarnya nggak kita perlukan. Emang kita harus tahu gimana keadaan aktor A? Emang kita harus kasih jawaban di Twitter tentang produk A? 

Nggak. 

Kalau kita nggak tahu dan nggak komen, sebenernya nggak ngaruh juga buat hidup kita. Inilah yang bikin saya pada akhirnya sering menunda tangan untuk mengetik/komen/mengklik sesuatu. 🙂

Terus gimana solusinya? Nggak buka media sosial sama sekali? 

Saya pernah terpikirkan seperti itu. Yang pada akhirnya membuat saya benar-benar nggak mengetahui update terbaru. Ada perasaan tenang karena saya bisa fokus dengan kehidupan saya. Tapi, di satu sisi kalau ngobrol sama orang jadi agak kurang luwes hehe.😅

Sebenarnya, kalau saya nggak harus ngobrol sama orang saya mungkin bakalan senang haha. Saya ingat ada seseorang yang mengisolasi dirinya dari dunia luar. Yang beliau lakukan hanyalah fokus pada kehidupannya sendiri. 

Benar-benar nggak mengakses internet sama sekali. Sampai-sampai waktu beliau dihubungi Operah Winfrey dan akan diwawancarai, beliau nggak mengerti siapa itu Operah Winfrey. (Saya lupa siapa nama orangnya)

Lalu, apakah lebih baik memilih kehidupan seperti beliau?

Hm, mungkin nanti saya akan menerapkannya haha. Tapi, untuk saat ini sepertinya hal yang lebih masuk akal untuk dilakukan adalah dengan membatasi rasa ingin tahu. 

Kalau kalian biasanya apa yang dilakukan untuk mengatasi too much infomation?
deamerina
Hai! Selamat datang di blog saya. Silahkan menyelami kegiatan yang saya lakuakn. Saya menulis berbagai macam hal seperti review film, buku, skincare, cerita jalan-jalan, dan penalaman pribadi.

Related Posts

3 comments

Ainun said…
aku pernah di fase off sementara dari sosmed, karena waktu itu ngerasa kayaknya udah over aja scrolling sana sini, sampe kerjaan lain yang mungkin lebih penting jadi lama selesainya gara-gara terdistraksi sama internet atau sejenisnya.
Kadang nih, pas ingin nyari ide di internet misalnya, terus liat ada "iklan" berita yang bikin penasaran, diklik dannn jadi lama juga, sampe akhirnya lupa akan tujuan awal apa.

Banyak berita2 di chrome yang aku pilih utk di mute, jgn masukin ke feed chrome ku, dan hanya berita dari sumber tertentu aja yg aku mau baca.

Sementara kalo medsos, aku cuma mau IG dan FB doang mba. Twitter aku udh lama banget ga aktif. Krn memang ga nyaman di sana. Kalo utk berita2 politik dan international, udahlaah dari sumber tertentu aja, makanya aku follow cuma dikit utk berita. Yg memang LBH banyak nyebarin provokasi atau hoax, auto block itu.

Kalo blog, aku masih bisa terima semua ragam isi. Tapi memang kalo isinya kebanyakan politik, pake acara jelek2in lawan, yg itu jgn harap aku baca 🤣
Huaaa aku juga kalau lihat hp tuh pusing, apalagi kalau scroll-scroll reels kelamaan, lebih cepet lagi pusingnya :( bahkan kadang sampai mual sendiri. Kalau udah begitu, aku langsung istirahat dan sekarang dibiasain untuk nggak sering-sering buka medsos. Twitter juga sama :( isinya kebanyakan bikin kesel mulu dan capek hati banget lihat menfess anon-anon itu yang kadang pertanyaannya selain bisa dijawab sendiri, bikin kesel sampai ke ubun-ubun wkwk. Meski aku ga pernah jawabin, tapi ada aja mutual yang jawab atau likes jadi masuk lah ke TLku. Saking udah enegnya, beberapa waktu lalu aku mute semua base yang ngeselin itu biar nggak masuk ke TLku 🤣.

Karena beberapa tahun lalu aku sempat off medsos selama 3 tahun, aku ngerasain banget sih enaknya nggak pakai medsos gimana. Sebenarnya pakai medsos juga banyak banget manfaatnya, cuma seringkali jadi cepat bikin otak penuh. Intinya kalau udah ngerasa TMI, lebih baik detox sosmed selama beberapa waktu dulu aja, Kak Dea. Nanti kalau otaknya udah lebih fresh, baru kembali lagi ke sosmed. Cara ini sering aku terapkan dan terbukti ampuh mengobati wkwk