Hm, kok jadinya aku nyesel cerita ya. Kayaknya emang mending nggak usah cerita ke orang lain deh
Kalau ada seorang kenalan yang ditanya bagaimana saya dulu di sekolah, mereka semua bisa dipastikan akan menjawab kalau saya adalah orang yang pendiam dan tertutup. Nggak heran kalau kebanyakan teman-teman saya nggak begitu mengenal saya, termasuk teman dekat sekalipun.
Hingga dua tahun belakangan ini saya berusaha untuk lebih membuka diri. Termasuk dalam berbagi beban menceritakan masalah yang sedang saya hadapi. Dengan harapan, saya akan merasa lebih lega dan membuat orang lain lebih bisa memahami diri saya.
Namun, satu bulan belakangan ini saya merasa menyesal menceritakan masalah saya kepada teman dekat. Waktu kami sedang mengobrol mengenai sebuah film yang agak emosional dan relate dengan masalah saya, teman saya tiba-tiba berkata seperti ini,
"Ya kamu kan kalo ada film emosional yang isunya gini kan pasti nggak mau nonton,” katanya dengan nada mengejek seolah hal tersebut adalah hal remeh temeh.
Setiap kali saya merasa sensitif dengan sesuatu, saya selalu mengingatkan diri dengan salah satu quote buku NKCTHI, jangan mudah tersinggung, di bumi bukan cuma kamu yang punya perasaan.
Saya berusaha untuk nggak mengambil hati perkataan teman saya dan menganggapnya hanya sebatas candaan. Tapi, nyatanya perasaan nggak nyaman itu semakin lama justru membuat saya merasa muak.
Saya sempat berpikir, mungkin saya yang salah memilih teman cerita. Karena dia memiliki hidup yang baik-baik saja hingga nggak bisa berempati dengan permasalahan orang lain. Saya pun baru sadar makna dari kalimat, lebih mudah bercerita kepada orang yang memiliki keadaan yang sama.
Pada akhirnya saya pun menyesal dan nggak akan lagi bercerita hal personal pada mereka. Mungkin, memang lebih baik menyimpannya sendiri dan menemukan kegiatan lain untuk merasa lebih baik
2 comments
Mending aku tulis, pendem, atau kalo dah nyesek banget, pas sepertiga malam aja deh ngadunya ke Dia😁.
Untungnya beberapa masalah yg pernah aku cerita ke sahabat, ditanggapin baik sih. Cuma ya itu, kdg lebih milih untuk ga usah cerita 😄
Lah akoh, keknya nggak ada yang mau mengaminin kalau akoh orang pendiam.
Diriku adalah orang super cereweeeeettt, nggak bisa liat orang diam, suka bikin suasana ngakak.
Tapi jujur, dalam hati juga merasakan seperti yang dirimu rasa.
Di mana, tersinggung ketika ada perkataan diriku yang udah semangat kuceritakan ke orang, eh ditanggapi seolah remeh.
Padahal, jujur saya pengen divalidasi, pengen dikatakan bahwa nggak apa-apa diriku merasa demikian, itu wajar.
Bahkan, kadang tuh, karena mulutku susah direm, ketika sehabis ngomong sama orang, diriku overthinking.
Apakah diriku over sharing?
Apakah diriku tadi tanpa sadar menyinggung hingga melukai hati orang lain?
Bedanya, di masa sekarang, karena diriku terlalu lelah, nggak sanggup lagi berpikir terlalu dalam, plus pikirannya dengan cepat disabotase oleh urus anak, urus rumah, urus cari duit.
Jadinya hal-hal itu yang akhirnya menetralkan sedikit OT akoh.
Dan sebenarnya, mengapa akoh lebih suka menulis, karena jujur sulit menemukan orang yang benar-benar paham maksud kita.
Entah kita disepelekan
Entah mereka kepo untuk terus mengulik hal-hal yang sebenarnya nggak pengen kita ceritakan semuanya.
Kalau nulis kan enak, nggak ada yang interupsi, kalaupun dikomen nanya kepo, cukup dengan tidak dibalas, atau balas dengan cara lain, wakakakakakak
Semangat say, ayoooo bikin buku, nanti semua isi hati tuangkan aja di buku, kasih tema fiksi, wkwkwkwkwk.
Yang pasti, tersinggung itu wajar.
Meski bukan cuman kita yang punya perasaan.
Bukan berarti perasaan kita nggak penting kan?