Haiii! Udah lama banget ya aku nggak nulis review buku di sini. Mianhae. Aku lebih sering nulis revview singkat di Instagram. Mungkin karena lebih simple hehe 🤪
Tapiii, terkhusus buku yang satu ini rasanya perlu banget aku tulis reviewnya di blog. Hmm, anu, mungkin karena relate dan agaknya banyak curhatan yang ditimbulkan selama membaca buku ini wkwk.
Yap. Kali ini aku mau review buku fiksi dari penulis Indonesia, Ika Natassa, yang berjudul Satine. Buku ini baru banget terbit tahun 2024 kemarin yang aku beli waktu acara Semesta Buku. Lumayan, ada diskon wkwk. Ada yang kalap di event bazar buku ini nggak?
Tentang Ika Natassa
Satu hal yang bikin aku kagum dengan kak Ika Natassa adalah pekerjaan utamanya di bidang perbankan.
Aku nggak bisa bayangin gimana kak Ika membagi waktu antara pekerjaannya sebagai bankir dan penulis ✨ Aku yang berencana bikin 1 buku aja nggak kelar-kelar dari zaman bahula wkwk (curhat).
Di tengak kesibukannya bekerja di bank, kak Ika masih menyempatkan diri menulis. Dan bisa dibilang Ika Natassa ini salah satu penulis Indonesia yang produktif. Karena hampir menerbitkan buku setiap tahunnya dengan genre romance.
- A Very Yuppy Wedding (2007)
- Divortiare (2008)
- Underground (2010)
- Antologi Rasa (2011)
- Twivortiare (2012)
- Twivortiare 2 (2014)
- Critical Eleven (2015)
- The Architecture of Love (2016)
- Sementara, Selamanya (2020)
- Heartbreak Motel (2022)
- Satine (2024)
Sedikit bocoran, buku Satine ini bakalan cocok buat teman-teman yang ada di fase usia 30an.
Sinopsis
“I just need a proper date.”
“Saya cuma butuh teman bicara.”
Satine, seorang bankir yang tengah berada di puncak kariernya. Di balik kesuksesan karirnya, Satine menyimpan kesepian dan kerentanan. Ia merasa hidupnya hampa, meskipun dikelilingi popularitas dan kekayaan.
Kehidupan Satine berubah ketika ia bertemu Ash, seorang pria misterius yang menawarkan solusi atas kesepiannya. Mereka membuat perjanjian kontrak, yang membawa mereka ke dalam hubungan yang rumit dan penuh gejolak. Hubungan yang diawali dengan sebuah kontrak itu malah menumbuhkan benih-benih perasaan diantara mereka.
Yang Aku Suka Dari Buku Ini
Aku bisa dibilang salah satu penggemar novel Ika Natassa 💕 Meski maaf banget sejujurnya aku kurang puas dengan tiap film adaptasi novelnya.
Bukan karena statement, Buku Selalu Lebih Baik dari Filmnya. Tapi, kayak memang aku nggak cocok aja dengan film-filmnya. Jadi, meski aku sudah baca beberapa bukunya, tapi untuk filmnya aku nggak selalu nonton hehe 😁
1. Narasinya Menarik
Novel Satine ini menurutku agak berbeda dari novel Ika Natassa yang sebelum-sebelumnya.
Satu hal yang paling paling paling aku suka dari buku romance ini adalah penulisan narasinya yang menarik. Setiap deskripsi narasi yang ditulis kak Ika Natassa di sini buatku pas banget. Seolah bisa menggambarkan dengan baik gimana perasaan si karakter 🌻
Entah itu narasi bagian awal bab atau di sela-sela dialog waktu alurnya mundur. Tiap katanya seolah bisa bikin aku ikut merasakan perasaan Satine dan Ash. Bahagia, sedih, kecewa, dan kehampaannya.
Dan tentu aja gaya penulisannya sukses bikin aku overthinking…
Buku ini bisa menggambarkan gimana sepinya usia 30an. Btw, di sini tokohnya berusia 37 tahun. Seorang wanita karir yang sangat sukses. Di tengah kesuksesannya dalam berkarir, dia merasa kesepian. Gimana sulitnya menemenukan teman sekadar untuk meluapkan isi kepala.
Menemukan teman sekadar ngobrol yang nyambung di usia ini ternyata sesusah itu. Dengan profesi si tokoh utama yang bikin dia nggak mungkin bisa ngobrol dengan sembarangan orang. Apalagi soal cari pasangan.
Aku baru paham, waktu seorang teman yang berprofesi sebagai dosen bilang,
“Aku nggak mungkin pakai dating aps. Nanti kalau ketemu mahasiswaku gimana?”
Iyaya. Nggak hanya profesi tertentu, makin suksesnya seseorang juga bikin dia makin kesepian. Karna ada image yang harus dijaga. Kadang, kalau kayak gini aku jadi merasa bersyukur jadi orang biasa aja wkwk 😆
2. Relate dengan Kehidupan Young Adult
Nggak hanya penyampaian narasinya yang bikin baper, buatku buku ini punya isu yang relevan dengan young adult saat ini. Perasaan kesepian dan kebahagiaan yang banyak didambakan manusia zaman sekarang.
3. Kita Semua Butuh Emma!
Shout out buat Emma! Tokoh yang aku harap ada di dunia nyata untuk menemani kita semua melewati masa sulit. Aku sangat berterima kasih kak Ika menghadirkan tokoh Emma yang selalu ada buat Ash dengan tulus.
Kita semua tahu kalau orang yang lagi sedih atau bahkan depresi butuh ditemani. Dan orang yang nemenin jelas harus ekstra sabar. Dan Ash beruntung punya Emma yang selalu datang mengecek keadaannya serta berusaha menghubungkan Ash dengan dunia luar meski ia berniat menutup diri.
Seandainya setiap dari kita punya sosok Emma di cirlce kita, aku yakin kita semua bisa melalui ujian hidup.
Yang Kurang Aku Suka
Meski aku suka dengan novel Satine ini, ada beberapa hal yang bikin aku kurang sreg. Buat orang lain mungkin nggak masalah, tapi ini pendapatku aja sebagai pembaca ✌🏽🙏🏽
1. Penggunaan Kata-Kata ‘Kau’
Kalau ngikutin medsos penulisnya, Ika Natassa, pasti udah pada tahu kalau kak Ika ini berasal dari Medan. Dan beliau terbiasa menggunakan kata ganti ‘kau’.
Tapi, entah kenapa buatku agak kurang pas kalau kata ini diaplikasikan ke bukunya. Penulisan dalam narasi yang sebenernya bagus jadi agak jomplang dengan penggunaan kata ‘kau’. Jadi kayak terkesan kasar gitu.
Tiap orang memang punya selera masing-masing, dan memang ini terserah penulisnya juga hehe.
2. Karakter Utama yang Tampak Selalu Sempurna
Mungkin karena usia yang bikin aku jadi makin realistis dan menghargai imperfection, buatku baca buku dengan tokoh utama yang tampak sempurna terlihat membosankan.
Kayak, klise aja gitu. To good to be true. Karena kita semua tahu kalau nggak ada yang sempurna di dunia ini.
Walaupun nggak bisa dipungkiri kalau kita semua secara naluri mendambakan kehidupan yang sempurna.
Kadang kalau ada karakter yang terlalu sempurna aku jadi bertanya-tanya, emang ada orang kayak gini di dunia nyata? Ada kali ya, tapi nggak banyak hehe.
3. Sholat Tapi Minum Wine?
Hm, kalau yang terakhir ini memang agak sensitif ya karena bawa-bawa agama. Tiap orang memang diberikan kebebasan beragama dan punya preferensi masing-masing.
Cuma, yang aku takutkan adalah dari sebuah buku ada pembaca yang kurang bisa memahami dan menjadikan buku contoh untuk hidupnya.
Coba bayangin ada sebuah buku yang mendeskripsikan kehidupan seorang wanita karir yang bekerja di perusahaan multinasional, sukses, cantik, baik, pinter, terkenal, hidup di kota metropolitan. Apa nggak idaman banget? Trus tokoh itu juga diceritakan seringkali menikmati waktunya dengan minum wine. Tapi, dia juga tetep sholat.
Nah, lho? Kalau yang baca narasi begini orang yang kurang paham soal islam, kayaknya bakalan bahaya deh. Ya nggak sih?
Padahal kan di islam dijelaskan kalau kita minum minuman beralkohol, sholat kita nggak diterima selama 40 hari (cmiiw).
Meski di ceritanya juga nggak dijelaskan jeda antara dia minum wine dan sholat berapa lama, tapi kayak….kurang pas aja gitu.
Nggak bisa dipungkiri, kadang buku juga bisa jadi inspirasi orang lain dalam menjalani hidup.
Meski di luar sana ada orang yang begitu, tapi mungkin penulis bisa memilih salah satunya aja. Kalau misalnya dia menggambarkan tokohnya nge-wine, mungkin nggak perlu digambarkan terlalu jelas soal agamanya.
Jadi Buku Ini,
![]() |
dapet kartu ginian jugaa |
Novel Satine karya Ika Natassa ini bagus banget. Apalagi kalau teman-teman mulai memasuki fase usia 30an dan masih single, kayaknya bakalan banyak relatenya 💕
Sejujurnya, selama baca buku ini aku nggak yang excited banget buat ngabisin, tapi lebih perlahan bacanya. Mungkin karena setiap narasinya bikin aku banyak mikir. As an INFJ ya emang semua-muanya serba dipikirin (yang kadang terlalu dalam) wkwk.
Isu yang dibawa novel ini juga nggak hanya soal kesepian (tapi ini yang paling dominan), tapi juga tentang gimana rasanya seorang wanita independen kehilangan satu-satunya kebahagiaan yang dia tahu. Juga tentang keluarga, dan gimana kita bisa menerima diri kita yang sekarang serta masa lalu.
8 comments
Soalnya bukuku yang penulisnya Ika Natassa entah di mana sebagianya
Aku sendiri lupa taruh mana soalnya ada juga dalam plastikan
Soal tokoh Emma sepertinya memang selalu perfect ya
Andai saja andai saja... gitu kalau pas baca
Oh ada terkait cinta lewat kontraknya ya? Hmmm
Ada betulnya pas part wine nih, agak ngeri-ngeri sedap' misal yang baca beneran 100% terinspirasi. Kalau terkait buku diadaptasi ke film memang nggak semua bisa jadi oke. Keduanya punya cara berbeda juga. Tapi nggak jarang suka ada aja yang oke keduanya yak. Begitulah seni dan karya bisa rupa-rupa.
Tentu dengan banyak alasan dimana kehidupan sekarang sudah sangat mandiri.
Senang dengan ulasannya karena begitu jujur, terima kasih ya
Overall, review ini bukan cuma kasih gambaran tentang buku, tapi juga jadi refleksi kehidupan ya mbak...
Dan karena sejatinya manusia makhluk sosial, maka memang tak bisa sendiri. Butuh teman bicara juga.
Soal tokoh yang tampak sempurna, memang harus dihindari dalam menulis cerita. Karena pada dasarnya manusia tak ada yang sempurna. Ketidaksempurnakan inilah yang membuat tokoh-tokoh dalam cerita saling membutuhkan dan membantu
Nah bagian yang wine dan solat, kok ya aneh sih. Mungkin bisa jadi ada dalam dunia nyata kek gitu misal hidup di kota besar, tetapi dalam konteks sebuah novel daku kurang setuju sih ada bagian itu, karena buku kan jadi sebuah karya yang bisa dikatakan amal jariyah ya, jangan sampai karena sebuah karya tulis ini jadi menggiring ke arah campur aduk tadi.
Kalu di akhir kisahnya akhirnya dia meninggalkan wine dan bertobat, mungkin bakalan apik sih